Tuesday, May 21, 2013

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

    “One Day Care”
 
    Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai
    wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam
    tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya
    maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
    di lingkungannya setiap saat.
    Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas
    dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan,
    variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai
    perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang
    menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan

    One Day Care merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Biasanya dilakukan pada kasus minimal seperti kasus DBD yang hanya membutuhkan perawatan 1×24 jam, pelayanan kesehatan dengan one day care juga dapat dilakukan pada kasus seperti setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, setelah itu pasien boleh pulang.

    One Day Care (ODC) adalah suatu fasilitas pelayanan di rehabilitas medik kepada pasien yang memerlukan layanan rehabilitasi medik dalam waktu satu hari dan disediakan ruang istirahat.

    Adapun paket ODC adalah sebagai berikut :
    1. Hidroterapi
    2. Terapi Okupasi / Terapi wicara
    3. Balance terapi
    4. Psikologi

    Komentar dari kelompok kami adalah perawatan dengan menggunakan sistem One Day Care dirasa cukup efektif untuk penanganan kasus-kasus minimal yang hanya membutuhkan perawatan 1×24 jam seperti kasus DBD yang secara keseluruhannya tidak memerlukan perawatan inap, mengingat pelayanan dan tenaga medis yang tersedia di rumah sakit kadang masih terbatas bahkan kurang sehingga tidak menimbulkan penumpukan pasien pada rumah sakit. Dengan adanya One Day Care diharapkan dapat memudahkan kerja perawat di dalam memberikan asuhan keperawatan dan meringankan biaya pasien karena mereka tidak lagi membayar biaya inap terlalu banyak dan biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin, mereka hanya membayar biaya perawatan selama 1×24 jam.Selanjutnya Pasien yang dirawat selama 24 jam ini hanya membutuhkan asuhan keperawatan dengan pemantauan tanda klinis, laboratorium, dan pemberian cairan yang ketat pada kasus DBD serta kasus-kasus mimimal lainnya.

    Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.(materi dasar keperawatan)    Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.

    Komentar dari kelompok kami adalah dengan pemakaian tap water dan betadine yang diencerkan pada luka di Rumah sakit hendaknya harus melihat kesterilan dan kehignisan air tap water tersebut. Sebenarnya metode tersebut mempermudah perawat melakukan asuhan pada pasien rawat luka, namun setiap rumah sakit mempunyai beberapa segi kualitas yang berbeda pada asuhan keperawatan . Untuk itu perlu adanya pengawasan dari tenaga kesehatan yang intensif dalam pelaksanaan asuhan agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan asuhan .

BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang
    Maka dari itu klinik HIV/ klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) disarana kesehatan sangat dibutuhkan bagi pasien HIV/AIDS yang sudah terdiagnosis maupun pada kelompok yang beresiko tinggi agar mau melaksanakan tes, bersikap terbuka, dan bersedia mencari pertolongan dokter. Menurut AUSAID (2002), konseling merupakan salah satu program pengendalian HIV/AIDS. pengobatan, dukungan, dan perawatan dilakukan melalui klinik VCT

BAB 2

    PEMBAHASAN

    1.1 Pengertian tentang Klinik HIV atau Klinik VCT
    Komitmen nasional dan internasional, kecepatan penyebaran HIV/AIDS, terutama pada kelompok berisiko tinggi, mendapat perhatian utama dari pemerintah. Tanggapan nasional terhadap tingginya tingkat penyebaran penyakit ini adalah cermin dari komitmen internasional, khususnya “Declaration of commitment” pada Deklarasi ASEAN tentang HIV/AIDS (2001). Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas upaya pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS dilakukan melalui klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing).
    1.2 Tahap-tahap VCT (Voluntary Counseling Testing)
    1. Sebelum Deteksi HIV (Pra-Konseling)
    Pra konseling juga disebut juga pencegahan HIV/AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan dapat klien berisisko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui tentang HIV/AIDS dengan benar.

    Terdapat beberapa tujuan dilakukannya konseling pra-tes pada klien yang akan melakukan tes HIV/AIDS. Tujuan tersebut adalah agar :
    a. Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS
    b. Klien dapat menilai resiko dan mengerti persoalan dirinya
    c. Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya
    d. Klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupanya
    e. Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah HIV/AIDS atau tidak.
    Lima Prinsip Praktis Konseling pra-tes HIV

    Ada lima prinsip penting yang biasa dilakukan saat konseling pra-tes HIV. Yaitu :
    1. Motif dari klien HIV/AIDS
    Klien yang secara sukarela (voluntary) dan secara paksa (compulsory) mempunyai perasaan yang berbeda dalam menghadapi segala kemungkinan, baik pra-tes atau pasca-tes.
    2. Interpretasi hasil pemeriksaan
    a. Uji saring atau skrining dan tes konfermasi
    b. Asimtomatik atau gejala nyata (Full Blown Symptom)
    c. Tidak dapat disembuhkan (HIV) tetapi masih dapat diobati (infeksi sekunder)
    3. Estimasi hasil
    a. Pengkajian risiko bukan hasil diharapkan
    b. Masa jendela.
    4. Rencana ketika hasil diperoleh
    Apa yang akan dilakukan oleh klien ketika telah mengetahui hasil pemeriksaan, baik positif maupun negatif.
    5. Pembuatan keputusan
    Klien dapat memutuskan untuk mau dan tidak mau diambil darahnya guna dilakukan pemeriksaan HIV.
    2. Deteksi HIV (sesuai keinginan klien dan setelah klien menandatangani lembar persetujuan-informed consent)
    Tes HIV harus bersifat :
    1) Sukarela : orang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atau kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/ tekanan orang lain. dan harus mengetahui hal-hal apa saja yang mencakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes, serta apa saja implikasi dari hasil tes yang positif ataupu hasil tes yang negatif.
    2) Rahasia : apapun hasil tes ini, baik postif maupun negatif, hanya boleh diberitahulangsung kepada orang yang bersangkutan
    3) Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orang tua/ pasangan, atasan, atau siapa pun.

BAB 3

    PENUTUP
    Klinik VCT bertujuan untuk mencegah penularan HIV, mengubah perilaku ODHA, pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dan perawat merupakan faktor yang berperan penting dalam klinik VCT karena dapat memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya.

Untuk Lebih Detail Silahkan Kunjungi di http://www.alvaroarvinblogspot.com

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More